Selasa, 08 November 2011

MENUNGGU

Waktu menunjukkan pukul  18.00 WIB di stasiun kereta aku menunggu kedatangan sahabatku yang ingin berkunjung ke daerah asalku di Kota Depok. Sahabatku yang berasal dari Kota Surabaya sangat rindu denganku.
Ketika pukul 18.30 kereta tak kunjung datang, duduk aku menunggu tanya loket dan penjaga kereta tiba pukul berapa. Lalu penjaga loket mengatakan "Biasanya kereta terlambat dua jam mungkin biasanya". Hati sudah mulai rindu dan tak terbendung lagi saat itu, telah lama memang aku kedatangan sahabat karibku tersebut. Entah berapa lama aku sudah menunggu, tapi kedatangan kereta masih dua jam lagi. Untuk menghilangkan rasa jenuh aku mencoba menunggu di kantin dekat stasiun, tak lama kemudian aku melihat seorang gadis dengan bola mata yang sangat indah dia juga memiliki paras wajah yang cantik. Aku lalu menghampiri wanita tersebut dan mengajaknya berkenalan. Nama gadis itu adalah Mona dan dia juga menunggu suaminya yang akan pulang setelah sekian lama tak bertemu. Banyak yang kami berdua perbincangkan sambil menunggu kedatangan kereta.
Setelah dua jam kemudian keretapun tiba, aku dan Mona mencari orang yang sama-sama kami cari. Dari kejauhan aku melihat sahabatku yanfg melambaikan tangan kepadaku dan kulihat juga Mona melambaikan tangannya pada sahabatku Budi. Aku bertanya kepada sahabatku "Loh kalian berdua saling kenal?". Sahabatku kemudian menjawab "Iya Mona itu istriku... kalian berdua sudah bertemu ternyata". Lalu kami bertiga berjalan keluar dari stasiun kereta sambil berbincang dan tertawa. Ternyata dunia itu sangat sempit sekali.

Senin, 07 November 2011

Perkembangan Ekonomi Indonesia Saat Ini

Indonesia memiliki ekonomi berbasis-pasar di mana pemerintah memainkan peranan penting. Pemerintah memiliki lebih dari 164 BUMN dan menetapkan harga beberapa barang pokok, termasuk bahan bakar, beras, dan listrik. Setelah krisis finansial Asia yang dimulai pada pertengahan 1997, pemerintah menjaga banyak porsi dari aset sektor swasta melalui pengambilalihan pinjaman bank tak berjalan dan asset perusahaan melalui proses penstrukturan hutang.
Krisis nilai tukar telah menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Nilai tukar rupiah yang merosot tajam sejak bulan Juli 1997 menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam triwulan ketiga dan triwulan keempat menurun menjadi 2,45 persen dan 1,37 persen. Pada triwulan pertama dan triwulan kedua tahun 1997 tercatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8,46 persen dan 6,77 persen. Pada triwulan I tahun 1998 tercatat pertumbuhan negatif sebesar -6,21 persen.
Merosotnya pertumbuhan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari masalah kondisi usaha sektor swasta yang makin melambat kinerjanya. Kelambatan ini terjadi antara lain karena sulitnya memperoleh bahan baku impor yang terkait dengan tidak diterimanya LC Indonesia dan beban pembayaran hutang luar negeri yang semakin membengkak sejalan dengan melemahnya rupiah serta semakin tingginya tingkat bunga bank. Kerusuhan yang melanda beberapa kota dalam bulan Mei 1998 diperkirakan akan semakin melambatkan kinerja swasta yang pada giliran selanjutnya menurunkan lebih lanjut pertumbuhan ekonomi, khususnya pada triwulan kedua tahun 1998.
Sementara itu perkembangan ekspor pada bulan Maret 1998 menunjukkan pertumbuhan ekspor nonmigas yang menggembirakan yaitu sekitar 16 persen. Laju pertumbuhan ini dicapai berkat harga komoditi ekspor yang makin kompetitif dengan merosotnya nilai rupiah. Peningkatan ini turut menyebabkan surplus perdagangan melonjak menjadi 1,97 miliar dollar AS dibandingkan dengan 206,1 juta dollar AS pada bulan Maret tahun 1997. Impor yang menurun tajam merupakan faktor lain terciptanya surplus tersebut. Impor pada bulan Maret 1998 turun sebesar 38 persen sejalan dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi.

Menurut saya perkembangang ekonomi di Indonesia saat ini masih kurang stabil, karena jumlah peningkatan penduduk yang semakin meningkat dan sulitnya lapangan pekerjaa bagi penduduk Indonesia.



Rabu, 02 November 2011

Perkembangan Bahasa Indonesia

Jika ingin melihat perkembangan bahasa Indonesia saat ini kita harus kilas balik melihat embrio dari bahasa Indonesia yaitu bahasa Melayu Kuno dan bahasa Sanskerta. Bahasa Melayu Kuno dan bahasa Sanskerta digunakan untuk komunikasi oleh kerajaan-kerajaan besar di Indonesia pada jaman dahulu kala seperti Majapahit, Sriwijaya, Kutai, dan lain-lain. Kemudian pada saat para penjajah datang yaitu pemerintah kolonial Inggris dan Belanda mereka saling berebut kekuasaan untuk menjajah Indonesia, kemudian kedua negara penjajah tersebut mengadakan kesepakatan dengan dikeluarkannya Traktat London pada tahun 1824. Salah satu tujuan dikeluarkannya traktat tersebut adalah untuk keperluan perkembangan bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia. Setelah traktat atau perjanjian tersebut berlangsung, bahasa Melayu dibagi menjadi empat arah yaitu :
  1. Di Indonesia menjadi bahasa Indonesia.
  2. Di Malaysia menjadi bahasa Malaysia.
  3. Di Brunei Darussalam menjadi bahasa Melayu Baku.
  4. Di Singapura menjadi bahasa Nasional.
Dari empat arah tersebut yang memiliki keunikan adalah bahasa Indonesia, karena bahasa Indonesia memiliki lafal dan aksen yang berbeda.

Seiring dengan perkembangan semangat juang bangsa Indonesia, pada tanggal 28 Oktober 1928 para pemuda Indonesia mengikrarkan sumpah pemuda. Sejak saat itu Bahasa Indonesia mulai berkembang lagi bagaikan jamur di musim hujan, dimulai dari ejaan lama hingga ejaan baru seperti yang kita gunakan sekarang ini. Berikut ini adalah perbandingan ejaan lama dengan ejaan baru, huruf  ‘j’ ditulis ‘dj’, huruf ‘u’ ditulis ‘oe’, dan masih banyak lagi perbandingan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Sampai saat ini bahasa nasional Indonesia memang hanya ada satu, tetapi bahasa di Indonesia banyak sekali hingga ratusan jumlahnya karena setiap suku dari Sabang sampai Merauke memiliki bahasa yang berbeda. Bahkan setiap bahasa memiliki tingkatan lagi seperti halus, sedang, dan kasar ( bahasa Jawa dan Sunda contohnya).
Tetapi sayang sekali saat ini Bahasa Indonesia tumbuh tanpa arah yang jelas. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan bahasa Indonesia melalui siaran baik radio maupun televisi. Memang untuk mewujudkan Bahasa Siaran yang standar atau baku seperti mengharapkan hujan tanpa awan, karena kemajemukan bangsa Indonesia dan keberagaman dialek Nusantara. Padahal sudah ada sederet undang-undang dan pasal yang mengatur tentang bahasa penyiaran seperti Undang-Undang no. 32 tahun 2002, tentang Penyiaran pasal 37 menyatakan bahwa Bahasa Pengantar Utama dalam penyelenggaraan program siaran harus Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pasal 38 menyatakan bahwa Bahasa Daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam penyelenggaraan program siaran muatan lokal dan apabila diperlukan untuk mendukung mata acara tertentu. Bahasa asing hanya dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sesuai dengan keperluan suatu mata acara siaran. Pasal 39 menyatakan bahwa mata acara siaran bahasa asing dapat disiarkan dalam bahasa aslinya dan khusus untuk jasa penyiaran televisi harus diberi teks Bahasa Indonesia atau secara selektif disulihsuarakan ke dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan keperluan mata acara tertentu.
Tak dinyana Undang-Undang tersebut hanya menjadi aturan belaka, karena memang pada kenyataannya menetapkan seluruh acara di televisi dan radio menggunakan bahasa yang baku memang sulit sekali karena sasaran dan kepentingan yang berbeda.
Ada segelintir masyarakat yang beranggapan bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa yang paling miskin di dunia, hal tersebut dikarenakan banyak kata-kata di dalam Bahasa Indonesia yang mengadopsi dari bahasa asing, seperti kata ‘mubazir’ yang berasal dari Bahasa Arab, kata ‘isolasi’ dari Bahasa Inggris, dan masih bayak lagi kata adopsi lainnya.