Uang , Bank dan Kebijaksanaan Moneter
Uang merupakan segala sesuatu yang dapat diterima sebagai pertukaran barang dan jasa, tetapi bukan merupakan objek, tetapi yang mewakili daya beli dari suatu income.
Fungsi uang secara tradisional berfungsi sebagai alat pertukaran (medium of exchange), yang harus mempunyai syarat:
• Harus mudah distandardkan untuk memastikan nilainya;
• Harus dapat diterima secara luas;
• Harus mudah dibawa;
• Harus tidak mudah rusak (tahan lama);
• Seminimum mungking membawa penularan dan kontaminasi atas suatu penyakit, sehingga penggunaan bahan uang menjadi faktor penting.
Fungsi uang sebagai alat ukur perekonomian (unit of account) sangat penting dalam menentukan nilai dari suatu barang dan jasa, sehingga dapat ditentukan harga barang dan jasa secara independen. Syaratnya adalah:
• Mudah dibagi keunit yang lebih kecil tanpa mengurangi nilainya;
• Harus mempunyai nilai yang setara/equivalen;
• Mempunyai berat, ukuran yang spesifik.
Uang juga berfungsi sebagai alat penyimpan yang sifatnya lebih liquid dari pada aset lainnya. Syaratnya adala tahan lama, stabil dan sulit dipalsukan/keasliannya mudah dikenali.
Evolusi sistem pembayaran diawali dengan penggunaan komoditas pertanian, lalu beralih ke komoditas logam dan terakhir dengan electronic money. Perubahan bentuk uang seiring dengan perubahan tingkah laku manusia. Semakin mudah uang berfungsi sebagai alat pembayara, semakin mudah masyarakat mengakses barang dan jasa dan semakin mengurangi diskriminasi sosial.
Secara umum, jenis uang terdiri dari uang kertas dan uang logam (M0 = currency), namun kemudian berkembang menjadi:
• uang kertas dan logam serta uang giral (M1)
• sejenis uang tetapi tidak mempunyai fungsi sebagai alat pertukaran (M2, misalnya tabungan atau deposito).
• Deposito jangka panjang (M3).
Agar fungsi uang dapat berlaku diseluruh Indonesia maka perlu diperhatikan ciri, rancangan dan pengamanan uang, yaitu:
• Aspek legal dan dapat diterima, seperti proteksi keaslian uang, nomor serial, mudah dikenali, mudah dibawa.
• Ciri uang: material, impresi, ukuran dan nilai pecahan (denominasi).
• Aspek nilai uang, seperti nilai pecahan, kelayakan nilai dikaitkan dengan nilai barang dan jasa dan stabilitas nilai uang.
• Kemudahan menyimpan dan membawa: ukuran, bahan dan kenyamanan digunakan termasuk transaksi digital ATM.
• Umur uang (lifecycle): tidak mudah rusak, toleransi keusangan.
• Aspek pengamanan: tidak mudah ditiru atau dipalsu dan pengaturan pemusnahan uang yang sudah usang.
Jika pencetakan uang dengan denominasi terkecil saat sudah tidak ada nilainya lagi maka perlu pertimbangkan untuk ditiadakan. Penambahan jumlah uang kertas dan logam harus disesuaikan dengan kebutuhan uang itu sendiri (money demand).Yang lebih penting adalah proporsi jumlah uang yang dicetak untuk setiap denominasi, hal ini untuk menghindari inflasi.
Mengingat uang rupiah (uang kertas dan logam) adalah alat pembayaran yang sah, maka untuk dapat melaksanakan kebijakan di bidang moneter secara efektif, jumlah uang yang beredar harus dapat dikelola dengan baik agar jumlahnya sesuai dengan kebutuhan perekonomian negara. Jumlah uang beredar harus direncanakan berdasarkan perhitungan yang benar dan tepat berdasarkan “program moneter” bank sentral. Oleh karena itu, tugas pencetakan uang sebagai bagian pelaksanaan kebijakan moneter harus direncanakan secara utuh dan terintegrasi. Dalam rangka tugas pokok BI antara lain menjaga inflasi maka BI menggunakan instrumen pokok yaitu suku bunga (harga mata uang). Kebijakan ekonomi ke depan selalu dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi, berdampak jumlah uang yang harus disediakan. Dalam perencanaan BI memprediksi pertumbuhan ekonomi dan inflasi guna menentukan jumlah uang tunai (yang dicetak dan diedarkan). Salah satu yang juga diperhitungkan adalah kebutuhan persediaan yang perlu ada, dan berapa yang harus dimusnahkan, sehingga uang beredar dalam keadaan “segar”. Kemudian dibagi menurut denominasi sesuai survey minat masyarakat dan permintaan bank-bank kepada BI.
Pengaturan kewajiban penggunaan uang rupiah di wilayah NKRI dimaksudkan untuk mempersempit peluang meluasnya currency substitution. Rambu-rambu ini diperlukan mengingat dalam lokasi dan jumlah terbatas, currency substitution belum menimbulkan permasalahan berarti bagi pelaksanaan kebijakan moneter. Namun bila ketentuan ini tidak diatur dapat mendorong meluasnya pemakaian valuta asing. Dari pengalaman berbagai negara, pada saat inflasi tinggi, maak fenomena ini akan meluas dengan cepat, tidak hanya tunai tetapi termasuk portofolio asset dan kewajiban perbankan dalam valas, yang pada gilirannya dapat menyebabkan peningkatan yang pesat atas frekuensi dan nominal shifting antara rupiah dan dollar yang sukar diprediksi jumlah serta motifnya. Akibatnya nilai tukar menjadi volatile sehingga mempersulit pencapaian nominal anchor kebijakan moneter, khususnya penurunan laju inflasi.
Bank Sentral dan Bank Umum
Bank Sentral berfungsi sebagai pengendali moneter (mengontrol uang primer), melakukan pengaturan dan pengawasan perbankan serta melakukan pengaturan sistem pembayaran, termasuk mencetak dan mengedarkan mata uang.
Bank umum berperan sebagai mediator pengedaran uang dari bank sentral kepada publik, menghasilkan jenis uang diluar currency, menciptakan uang beredar melaui produk bank, menciptakan perubahan perilaku masyarakat dalam memegang uang, dan menjadi lembaga intermediari untuk mendorong peran uang dalam perekonomian.
Pemerintah berperan untuk menetapakan nama mata uang yang dipakai dalam suatu negara, menetapkan mata uang sebagai alat pembayaran (legal tender), memberikan jaminan hukum atas penggunaan mata uang yang sah. Dalam jangka pendek pencetakan uang dapat menyebabkan suku bunga perbankan turun, dan secara teori investasi dapat meningkat. Namun demikin dalam jangka panjang, penambahan uang tersebut akan memicu inflasi. Efek penciptaan uang yang tidak disinggung dalam RUU Mata Uang adalah efek Seigniorage, yaitu selisih antara nilai uang (face value) dengan biaya pencetakannya, yang mana biasanya nilai cetaknya lebih kecil dari pda nilai uangnya sendiri, sehingga memberikan keuntungan bagi yang mencetaknya (Bank Sentral).
Seigniorage oleh Bank Sentral (yang merupakan lembaga nirlaba) dikembalikan kepada pemerintah yang juga merupakan institusi nirlaba, sehingga akan dieliminir dengan penurunan pajak dan peningkatan belanja.
PENCIPTAAN UANG
PERUM PERURI atau Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditugasi untuk mencetak uang rupiah (baik uang kertas maupun uang logam) bagi Republik Indonesia, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2006. Selain mencetak uang rupiah Republik Indonesia, juga mencetak produk sekuriti lainnya, termasuk cetakan kertas berharga non uang dan logam non uang.
PERUM PERURI atau Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditugasi untuk mencetak uang rupiah (baik uang kertas maupun uang logam) bagi Republik Indonesia, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2006. Selain mencetak uang rupiah Republik Indonesia, juga mencetak produk sekuriti lainnya, termasuk cetakan kertas berharga non uang dan logam non uang.PERUM PERURI didirikan pada tanggal 15 September 1971, dan merupakan gabungan dari dua Perusahaan yaitu PN. Pertjetakan Kebajoran atau PN. PERKEBA, dan PN. Artha Yasa. Pendirian ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor : 60 tahun 1971, selanjutnya diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor: 25 tahun 1982, kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2000 dan disempurnakan untuk terakhir kalinya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2006.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2006 di atas, Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERUM PERURI) diberikan tugas dan wewenang untuk mencetak lima produk unggulan, yakni uang Republik Indonesia yang meliputi uang kertas dan uang logam, paspor RI, pita cukai, meterai dan sertifikat tanah. Setiap produk yang dicetak oleh Perum Peruri mempunyai ciri khusus yang mengutamakan segi-segi pengamanan, mengingat dokumen tersebut merupakan dokumen negara yang sangat vital. Oleh karena itu, Perum Peruri selalu memfokuskan unsur-unsur sekuriti atau security feature pada setiap produk cetakannya.
Kebijaksanaan Moneter
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar.
Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation), Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate), Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio), Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion), Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
Kondisi ekonomi negara Indonesia pada masa orde baru sudah pernah memanas. Pada saat itu pemerintah melakukan kebijakan moneter berupa contractionary monetary policy dan vice versa. Kebijakan tersebut cukup efektif dalam menjaga stabilisasi ekonomi dan ongkos yang harus dibayar relatif murah. Kebijakan moneter yang ditempuh saat ini berupa open market operation memerlukan ongkos yang mahal. Kondisi ini diperparah dengan adanya kendala yang lebih besar, yaitu pengaruh pasar keuangan internasional.
Uang merupakan segala sesuatu yang dapat diterima sebagai pertukaran barang dan jasa, tetapi bukan merupakan objek, tetapi yang mewakili daya beli dari suatu income.
Fungsi uang secara tradisional berfungsi sebagai alat pertukaran (medium of exchange), yang harus mempunyai syarat:
• Harus mudah distandardkan untuk memastikan nilainya;
• Harus dapat diterima secara luas;
• Harus mudah dibawa;
• Harus tidak mudah rusak (tahan lama);
• Seminimum mungking membawa penularan dan kontaminasi atas suatu penyakit, sehingga penggunaan bahan uang menjadi faktor penting.
Fungsi uang sebagai alat ukur perekonomian (unit of account) sangat penting dalam menentukan nilai dari suatu barang dan jasa, sehingga dapat ditentukan harga barang dan jasa secara independen. Syaratnya adalah:
• Mudah dibagi keunit yang lebih kecil tanpa mengurangi nilainya;
• Harus mempunyai nilai yang setara/equivalen;
• Mempunyai berat, ukuran yang spesifik.
Uang juga berfungsi sebagai alat penyimpan yang sifatnya lebih liquid dari pada aset lainnya. Syaratnya adala tahan lama, stabil dan sulit dipalsukan/keasliannya mudah dikenali.
Evolusi sistem pembayaran diawali dengan penggunaan komoditas pertanian, lalu beralih ke komoditas logam dan terakhir dengan electronic money. Perubahan bentuk uang seiring dengan perubahan tingkah laku manusia. Semakin mudah uang berfungsi sebagai alat pembayara, semakin mudah masyarakat mengakses barang dan jasa dan semakin mengurangi diskriminasi sosial.
Secara umum, jenis uang terdiri dari uang kertas dan uang logam (M0 = currency), namun kemudian berkembang menjadi:
• uang kertas dan logam serta uang giral (M1)
• sejenis uang tetapi tidak mempunyai fungsi sebagai alat pertukaran (M2, misalnya tabungan atau deposito).
• Deposito jangka panjang (M3).
Agar fungsi uang dapat berlaku diseluruh Indonesia maka perlu diperhatikan ciri, rancangan dan pengamanan uang, yaitu:
• Aspek legal dan dapat diterima, seperti proteksi keaslian uang, nomor serial, mudah dikenali, mudah dibawa.
• Ciri uang: material, impresi, ukuran dan nilai pecahan (denominasi).
• Aspek nilai uang, seperti nilai pecahan, kelayakan nilai dikaitkan dengan nilai barang dan jasa dan stabilitas nilai uang.
• Kemudahan menyimpan dan membawa: ukuran, bahan dan kenyamanan digunakan termasuk transaksi digital ATM.
• Umur uang (lifecycle): tidak mudah rusak, toleransi keusangan.
• Aspek pengamanan: tidak mudah ditiru atau dipalsu dan pengaturan pemusnahan uang yang sudah usang.
Jika pencetakan uang dengan denominasi terkecil saat sudah tidak ada nilainya lagi maka perlu pertimbangkan untuk ditiadakan. Penambahan jumlah uang kertas dan logam harus disesuaikan dengan kebutuhan uang itu sendiri (money demand).Yang lebih penting adalah proporsi jumlah uang yang dicetak untuk setiap denominasi, hal ini untuk menghindari inflasi.
Mengingat uang rupiah (uang kertas dan logam) adalah alat pembayaran yang sah, maka untuk dapat melaksanakan kebijakan di bidang moneter secara efektif, jumlah uang yang beredar harus dapat dikelola dengan baik agar jumlahnya sesuai dengan kebutuhan perekonomian negara. Jumlah uang beredar harus direncanakan berdasarkan perhitungan yang benar dan tepat berdasarkan “program moneter” bank sentral. Oleh karena itu, tugas pencetakan uang sebagai bagian pelaksanaan kebijakan moneter harus direncanakan secara utuh dan terintegrasi. Dalam rangka tugas pokok BI antara lain menjaga inflasi maka BI menggunakan instrumen pokok yaitu suku bunga (harga mata uang). Kebijakan ekonomi ke depan selalu dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi, berdampak jumlah uang yang harus disediakan. Dalam perencanaan BI memprediksi pertumbuhan ekonomi dan inflasi guna menentukan jumlah uang tunai (yang dicetak dan diedarkan). Salah satu yang juga diperhitungkan adalah kebutuhan persediaan yang perlu ada, dan berapa yang harus dimusnahkan, sehingga uang beredar dalam keadaan “segar”. Kemudian dibagi menurut denominasi sesuai survey minat masyarakat dan permintaan bank-bank kepada BI.
Pengaturan kewajiban penggunaan uang rupiah di wilayah NKRI dimaksudkan untuk mempersempit peluang meluasnya currency substitution. Rambu-rambu ini diperlukan mengingat dalam lokasi dan jumlah terbatas, currency substitution belum menimbulkan permasalahan berarti bagi pelaksanaan kebijakan moneter. Namun bila ketentuan ini tidak diatur dapat mendorong meluasnya pemakaian valuta asing. Dari pengalaman berbagai negara, pada saat inflasi tinggi, maak fenomena ini akan meluas dengan cepat, tidak hanya tunai tetapi termasuk portofolio asset dan kewajiban perbankan dalam valas, yang pada gilirannya dapat menyebabkan peningkatan yang pesat atas frekuensi dan nominal shifting antara rupiah dan dollar yang sukar diprediksi jumlah serta motifnya. Akibatnya nilai tukar menjadi volatile sehingga mempersulit pencapaian nominal anchor kebijakan moneter, khususnya penurunan laju inflasi.
Bank Sentral dan Bank Umum
Bank Sentral berfungsi sebagai pengendali moneter (mengontrol uang primer), melakukan pengaturan dan pengawasan perbankan serta melakukan pengaturan sistem pembayaran, termasuk mencetak dan mengedarkan mata uang.
Bank umum berperan sebagai mediator pengedaran uang dari bank sentral kepada publik, menghasilkan jenis uang diluar currency, menciptakan uang beredar melaui produk bank, menciptakan perubahan perilaku masyarakat dalam memegang uang, dan menjadi lembaga intermediari untuk mendorong peran uang dalam perekonomian.
Pemerintah berperan untuk menetapakan nama mata uang yang dipakai dalam suatu negara, menetapkan mata uang sebagai alat pembayaran (legal tender), memberikan jaminan hukum atas penggunaan mata uang yang sah. Dalam jangka pendek pencetakan uang dapat menyebabkan suku bunga perbankan turun, dan secara teori investasi dapat meningkat. Namun demikin dalam jangka panjang, penambahan uang tersebut akan memicu inflasi. Efek penciptaan uang yang tidak disinggung dalam RUU Mata Uang adalah efek Seigniorage, yaitu selisih antara nilai uang (face value) dengan biaya pencetakannya, yang mana biasanya nilai cetaknya lebih kecil dari pda nilai uangnya sendiri, sehingga memberikan keuntungan bagi yang mencetaknya (Bank Sentral).
Seigniorage oleh Bank Sentral (yang merupakan lembaga nirlaba) dikembalikan kepada pemerintah yang juga merupakan institusi nirlaba, sehingga akan dieliminir dengan penurunan pajak dan peningkatan belanja.
PENCIPTAAN UANG
PERUM PERURI atau Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditugasi untuk mencetak uang rupiah (baik uang kertas maupun uang logam) bagi Republik Indonesia, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2006. Selain mencetak uang rupiah Republik Indonesia, juga mencetak produk sekuriti lainnya, termasuk cetakan kertas berharga non uang dan logam non uang.
PERUM PERURI atau Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditugasi untuk mencetak uang rupiah (baik uang kertas maupun uang logam) bagi Republik Indonesia, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2006. Selain mencetak uang rupiah Republik Indonesia, juga mencetak produk sekuriti lainnya, termasuk cetakan kertas berharga non uang dan logam non uang.PERUM PERURI didirikan pada tanggal 15 September 1971, dan merupakan gabungan dari dua Perusahaan yaitu PN. Pertjetakan Kebajoran atau PN. PERKEBA, dan PN. Artha Yasa. Pendirian ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor : 60 tahun 1971, selanjutnya diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor: 25 tahun 1982, kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2000 dan disempurnakan untuk terakhir kalinya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2006.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2006 di atas, Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERUM PERURI) diberikan tugas dan wewenang untuk mencetak lima produk unggulan, yakni uang Republik Indonesia yang meliputi uang kertas dan uang logam, paspor RI, pita cukai, meterai dan sertifikat tanah. Setiap produk yang dicetak oleh Perum Peruri mempunyai ciri khusus yang mengutamakan segi-segi pengamanan, mengingat dokumen tersebut merupakan dokumen negara yang sangat vital. Oleh karena itu, Perum Peruri selalu memfokuskan unsur-unsur sekuriti atau security feature pada setiap produk cetakannya.
Kebijaksanaan Moneter
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar.
Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation), Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate), Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio), Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion), Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
Kondisi ekonomi negara Indonesia pada masa orde baru sudah pernah memanas. Pada saat itu pemerintah melakukan kebijakan moneter berupa contractionary monetary policy dan vice versa. Kebijakan tersebut cukup efektif dalam menjaga stabilisasi ekonomi dan ongkos yang harus dibayar relatif murah. Kebijakan moneter yang ditempuh saat ini berupa open market operation memerlukan ongkos yang mahal. Kondisi ini diperparah dengan adanya kendala yang lebih besar, yaitu pengaruh pasar keuangan internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar