Senin, 16 April 2012

PSSI menghadapi sanksi dari FIFA

PSSI belum siap untuk mengahadapi sanksi yang diberikan FIFA, terlihat dari ketika FIFA mengancam akan memberi sanksi pada Indonesia saat kisruh PSSI era Nurdin Halid, segenap elemen sepakbola tanah air bersatu untuk memohon belas kasihan FIFA. Tak kurang supporter sepakbola yang diwakili oleh Bonek mendatangi langsung markas FIFA agar FIFA melihat realita bahwa Indonesia tak pantas dikenai hukuman hanya karena penyelewengan para pengurus PSSI saat itu.
Bentuk sanksi FIFA memang bermacam-macam, tergantung kasus yang terjadi. Jika kasusnya karena perselisihan dalam kepengurusan federasi sepakbola hingga mengakibatkan adanya intervensi pemerintah, bisa dipastikan FIFA akan menjatuhkan sanksi yang berat berupa larangan mengikuti kegiatan internasional untuk semua komponen sepakbola, mulai pemain hingga perangkat pertandingan. Durasi waktu sanksi juga beragam, tergantung kemampuan federasi yang bersangkutan menyelesaikan permasalahan mereka. Dalam tiga tahun ini, Brunei Darussalam tercatat menjalani sanksi paling lama, selama 20 bulan sebelum FIFA mencabut sanksi mereka. Dengan kasus yang hampir sama, Kuwait hanya dihukum 15 hari, Bosnia Herzegovina 2 bulan dan Peru selama sebulan.

Perkembangan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia

Akhir tahun 1990-an, peringkat daya saing infrastruktur Indonesia berada di atas negara China dan Thailand. Akan tetapi, kondisi saat ini daya saing infrastruktur Indonesia berada di bawah negara tersebut, bahkan kalah jauh dibanding dengan Malaysia dan Singapura.

Hal ini diakui oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi. Ia menilai selama beberapa tahun terakhir pemerintah mengabaikan pembangunan infrastruktur. Akibatnya, daya saing Indonesia juga mengalami penurunan.

"Sama sekali tidak ada pembangunan infrastruktur dalam beberapa tahun terakhir. Akibatnya kemacetan dan kondisi pelabuhan dan bandara yang buruk dan kurangnya listrik. Dampaknya investasi berkurang, harga barang lebih mahal, biaya produksi naik dan daya saing berkurang. Lebih baik impor barang daripada produksi sendiri," ujar Sofjan ketika dihubungi Media Indonesia, Minggu (15/4).

Berdasar data Kementerian PPN/Bappenas yang diterima Media Indonesia akhir minggu lalu, pada tahun 2011 daya saing infrastruktur Indonesia mengalami stagnasi. Peringkat daya saing infrastruktur pada tahun tersebut sama seperti tahun sebelumnya yakni di posisi 82.  Posisi itu hanya naik 2 peringkat dibandingkan dengan posisi tahun 2009 yang berada di angka 84.

Sedangkan pada tahun 2011 daya saing infrastruktur negara-negara berkembang lain berada jauh di atas Indonesia, seperti China (69), Thailand (47), Malaysia (23), dan Singapura (2). Indonesia hanya lebih baik ketimbang Filipina (113) dan Vietnam (123) untuk kawasan Asia Tenggara. (AI/OL-2)

Sumber : http://www.mediaindonesia.com/read/2012/04/16/313130/4/2/Duh-Pembangunan-Infrastruktur-Indonesia-kian-Terpuruk

Biaya Penyelenggaraan Pilkada di Indonesia

Ambon (ANTARA) - Pakar Hukum Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon Prof. DR. Marthinus Saptenno mengatakan biaya pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang relatif tinggi memicu terjadinya tindakan korupsi melibatkan sejumlah oknum gubernur, bupati dan wali kota di Indonesia.
 
"Biaya Pilkada pada satu daerah mencapai hingga puluhan miliar rupiah, sehingga bila berhasil menduduki jabatan kepala daerah itu, maka praktek kolusi, korupsi dan nepotisme terpaksa dilakukan untuk menutupi utang pihak ketiga," katanya, di Ambon, Kamis.
Dekan Fakultas Hukum Unpatti Ambon itu mengemukakan pandangannya ketika ditanya soal pernyataan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi ada 158 kepala daerah di Indonesia (gubernur, bupati dan wali kota) berstatus tersangka akibat terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi.
"Praktek korupsi yang melibatkan kepala daerah seperti menjadi `wabah`, karena melibatkan 158 dari 524 pejabat ( gubernur - bupati - wali kota) di Indonesia. Itu pun berpeluang jumlahnya bertambah karena 158 itu yang telah keluar izin pemeriksaan dari Presiden," ujarnya.
Marthinus mengemukakan kepala daerah yang terlilit utang berpeluang melakukan tindak pidana korupsi karena merasa memiliki kekuaaan dan biasanya diatur pihak ketiga, terutama soal proyek pembangunan karena mereka beralasan membiayai.
"Praktek korupsi tersebut dilakukan internal struktur pemerintahan maupun di luar struktur sehingga bagaikan `lingkaran setan` yang sulit diatasi," tegasnya.
Diakuinya seorang gubernur - bupati - wali kota melakukan tindakan korupsi karena juga memiliki kewenangan dan kekuasaan sebagai penguasa anggaran.
"Tragisnya DPRD dan perangkat penegak hukum juga cenderung terlibat praktek korupsi tersebut sehingga sulit diberantas," katanya.
Marthinus menegaskan aparat penegak hukum seharusnya memiliki integritas, moralitas dan jujur dalam menangani tindak pidana korupsi agar uang negara bisa diselamatkan untuk merealisasikan program guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.
"Sayangnya dari proses hukum yang terlihat di Indonesia integritas, moralitas dan kejujuran aparat penegak hukum diragukan sehingga negara saat ini berada dalam kondis harus diselamatkan dari tindakan korupsi telah mewabah di berbagai sektor," ujanya.
Dia memandang perlu ada perhatian serius dari pemerintah, DPR dan DPD untuk menghentikan fenomena buruk tersebut karena biaya politik sangat mahal bagi seorang kepala daerah sampai menuju ke kursi kekuasaan dan hukum tidak bisa diandalkan.
"Rasanya gubernur sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Pusat di daerah sebaiknya ditunjuk langsung oleh Presiden. Sedangkan bupati dan wali kota dipilih DPRD agar tidak membutuhkan biaya tinggi untuk Pilkada," kata Marthinus Saptenno.
Pada kesempatan lain Mendagri Gamawan Fauzi kembali mengemukakan pihaknya terus menerus mendapat laporan permintaan izin pemeriksaan terhadap kepala daerah karena kasus korupsi. Dari 524 daerah, sudah ada 158 daerah yang kepala daerahnya telah dikeluarkan izin pemeriksaannya.
Jumlah ini, kata dia, masih berpeluang bertambah karena saat ini ada pula yang masih diproses. Dimana saat ini, kepala daerah itu ada yang masih berstatus tersangka, terdakwa dan bahkan ada yang sudah vonis.

Sumber : http://www.antaranews.com/

Kamis, 12 April 2012

Dominasi Perusahaan Asing di Indonesia

Dominasi pihak asing kini semakin meluas dan menyebar pada sektor-sektor strategis perekonomian. Pemerintah disarankan menata ulang strategi pembangunan ekonomi agar hasilnya lebih merata dirasakan rakyat dan berdaya saing tinggi menghadapi persaingan global.
Dominasi asing semakin kuat pada sektor-sektor strategis, seperti keuangan, energi dan sumber daya mineral, telekomunikasi, serta perkebunan. Dengan dominasi asing seperti itu, perekonomian sering kali terkesan tersandera oleh kepentingan mereka.
Per Maret 2011 pihak asing telah menguasai 50,6 persen aset perbankan nasional. Dengan demikian, sekitar Rp 1.551 triliun dari total aset perbankan Rp 3.065 triliun dikuasai asing. Secara perlahan porsi kepemilikan asing terus bertambah. Per Juni 2008 kepemilikan asing baru mencapai 47,02 persen.
Hanya 15 bank yang menguasai pangsa 85 persen. Dari 15 bank itu, sebagian sudah dimiliki asing. Dari total 121 bank umum, kepemilikan asing ada pada 47 bank dengan porsi bervariasi.
Tak hanya perbankan, asuransi juga didominasi asing. Dari 45 perusahaan asuransi jiwa yang beroperasi di Indonesia, tak sampai setengahnya yang murni milik Indonesia. Kalau dikelompokkan, dari asuransi jiwa yang ekuitasnya di atas Rp 750 miliar hampir semuanya usaha patungan. Dari sisi perolehan premi, lima besarnya adalah perusahaan asing.
Hal itu tak terlepas dari aturan pemerintah yang sangat liberal, memungkinkan pihak asing memiliki sampai 99 persen saham perbankan dan 80 persen saham perusahaan asuransi.
Pasar modal juga demikian. Total kepemilikan investor asing 60-70 persen dari semua saham perusahaan yang dicatatkan dan diperdagangkan di bursa efek.
Pada badan usaha milik negara (BUMN) pun demikian. Dari semua BUMN yang telah diprivatisasi, kepemilikan asing sudah mencapai 60 persen.
Lebih tragis lagi di sektor minyak dan gas. Porsi operator migas nasional hanya sekitar 25 persen, selebihnya 75 persen dikuasai pihak asing. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM menetapkan target porsi operator oleh perusahaan nasional mencapai 50 persen pada 2025. (OIN/ONI/IDR/EVY/DOT/DIS)

Sumber :  http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/05/23/07263157/Ekonomi.Indonesia.Didominasi.Asing